PBNU

Silaturahmi PBNU Perkuat Kebersamaan dan Redakan Ketegangan Organisasi

Silaturahmi PBNU Perkuat Kebersamaan dan Redakan Ketegangan Organisasi
Silaturahmi PBNU Perkuat Kebersamaan dan Redakan Ketegangan Organisasi

JAKARTA - Silaturahmi jajaran Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, menjadi momentum penting yang memperlihatkan bagaimana komunikasi dan kebersamaan mampu meredakan ketegangan organisasi. 

Tanpa banyak pernyataan resmi, pertemuan itu justru menonjolkan suasana teduh, penuh canda, sekaligus menjadi pengingat bahwa tujuan besar organisasi lebih utama dibandingkan dinamika sesaat.

Di tengah perhatian publik terhadap dinamika internal PBNU, agenda ini menunjukkan pendekatan berbeda: kembali pada tradisi, doa, dan silaturahmi. Pertemuan berlangsung pada 28 Desember 2025 dan diisi pembacaan shalawat bersama sebagai penegasan ikatan batin antar-pimpinan.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menjelaskan makna di balik pertemuan yang diikuti para jajaran Syuriyah dan Tanfidziyah.

Kembali Pada Tekad Kebersamaan

Gus Yahya menekankan bahwa persoalan yang sempat muncul dianggap selesai dan tidak lagi menjadi beban bagi organisasi. Ia menegaskan pentingnya kembali menata langkah bersama.

“Semua hal yang menjadi persoalan kita anggap sudah lewat, sudah tidak ada, dan kita kembali lagi kepada kebersamaan. Pokoknya semua kembali bersama seperti semula,” ujar Gus Yahya.

Ia mengingatkan bahwa sejak awal, perjalanan organisasi ini memang dibangun atas landasan kebersamaan. Komitmen tersebut, kata dia, tidak boleh luntur hanya karena dinamika sesaat.

“Dulu kita berangkat bersama-sama, kita akan terus berjalan bersama-sama sampai akhir sebagaimana kesepakatan dan mandat dari pertemuan Lirboyo pada Kamis lalu,” katanya.

Makna Suasana Hangat Dalam Silaturahmi

Suasana pertemuan yang berlangsung cair menjadi tanda bahwa komunikasi antar-pimpinan masih terjalin baik. Ketua PBNU Rumadi Ahmad menceritakan bagaimana kebersamaan tampak melalui ekspresi para peserta.

“Suasananya alhamdulillah ini tadi semuanya tertawa gembira bersama, mulai ledek-ledekkan, peluk-pelukkan. Jadi, hari ini hari yang sangat bersejarah, yang sangat menggembirakan bagi semuanya,” katanya.

Menurut Rumadi, silaturahmi ini bukanlah ajang menunjukkan siapa pihak yang dominan. Sebaliknya, pertemuan dipahami sebagai simbol kedewasaan organisasi dalam melewati ujian.

“Tidak ada yang kalah, tidak ada yang menang. Jadi, semuanya adalah Nahdlatul Ulama kembali bersatu, PBNU kembali bersatu,” ujarnya.

Tradisi Sebagai Ruang Menyatu

Hal menarik dari silaturahmi ini adalah kegiatan yang sederhana namun sarat makna. Tidak ada pernyataan politik, tidak ada keputusan besar yang diumumkan ke publik. Yang ada hanya kebersamaan dalam tradisi yang sudah lama hidup di lingkungan pesantren.

“Jadi, pertemuan di kediaman Rais Aam (KH Miftachul Akhyar) tidak ada pernyataan apa pun kecuali kita muludan, doa bersama, terus makan-makan. Hanya itu saja,” ucapnya.

Dengan cara demikian, para pimpinan PBNU seolah menegaskan bahwa tradisi tidak hanya menjadi identitas, tetapi juga menjadi jembatan rekonsiliasi. Melalui doa dan kebersamaan meja makan, ketegangan bisa mencair, ruang dialog kembali terbuka.

Inisiatif Pertemuan dan Harapan Ke Depan

Silaturahmi ini diinisiasi oleh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. Undangan pertemuan tersebut tercatat dalam surat bernomor 4962/PB.01/A.I.01.08/99/12/2025 yang ditandatangani Rais Syuriyah KH Muhibbul Aman Aly, Katib Ahmad Nadhif, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, serta Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Faisal Saimima.

Inisiatif tersebut menunjukkan bahwa pemimpin tertinggi organisasi memilih jalur persaudaraan sebagai solusi. Bukan dengan memperpanjang polemik, melainkan menghadirkan ruang hening dan kebersamaan, agar setiap pihak dapat kembali pada tujuan besar organisasi.

Pertemuan ini memberi pesan jelas kepada warga Nahdliyin: dinamika boleh terjadi, namun persatuan tetap menjadi pegangan utama. Melalui silaturahmi, organisasi mencoba meneguhkan kembali arah, sekaligus memastikan bahwa mandat umat tetap terjaga.

Pada akhirnya, momen ini bisa dipandang bukan hanya sebagai agenda rutin, tetapi sebagai penanda bahwa komunikasi dan kebersamaan masih menjadi fondasi utama PBNU dalam menghadapi tantangan ke depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index